Kenapa Orang Kudus Dilarang Menikahi Wanita Jepara? Mitos Atau Fakta?

Jadi menurut beberapa referensi yang saya baca bahwa awal kenapa mitos tersebut ada dikarenakan ada yang melatarbelakanginya diantaranya adalah konflik antara Sunan Kudus dengan Ratu Kalinyamat jepara, jadi seperti ini ceritanya.

Orang Kudus Dilarang Menikahi Wanita Jepara

Konflik antara sunan kudus dan ratu kalinyamat sebenarnya dikarenakan oleh perebutan kekuasaan demak. Konflik ini bermula karena pemberontakan yang dilakukan oleh arya penangsang murid dari sunan kudus. Diceritakan pada saat itu arya penangsang mengutus utusannya untuk membunuh sunan prawoto atas izin sunan kudus karena sunan prawoto sudah dianggap sebagai penghianat karena dhulu telah membunug ayah arya penangsang.

Alasan utama arya penangsang membunuh sunan prawata adalah karna ayah arya penangsang telah dibunuh oleh sunan prawata. Ketika baru saja pulang jum.atan, ia dihadang dijalan oleh utusan sunan prawata, bernama surayata. Ki surayata lalu dibunuh oleh seorang sunan teman ayah arya jipang. Demikianlah kisah kematian ayah arya jipang. Sunan prawata punya saudara perempuan, bernama ratu kalinyamat. Ia mendendam atas kematian saudara laki-lakinya. Ia lalu berangkat ke kudus dengan suaminya, hendak meminta keadilan sunan kudus.

Di hadapan sunan kudus, ia mengutarakan permintaannya itu. Jawaban sunan kudus “ kakangmu itu sudah hutang pati terhadap arya penangsang. Maka kematiannya itu adalah tebusannya. “ratu kalinyamat mendengar jawaban sunan kudus demikian, sangat sakit hatinya. Ia lalu kembali pulang. Di jalan ia dirampok utusan arya penangsang. Suami ratu kalinyamat dibunuh. Ratu kalinyamat sangat menderita sebab sebab baru saja kematian saudaranya, kini malah suaminya menyusul, jadi sangat prihatin.

Ratu kalinyamat lalu bertapa telanjang di gunug danaraja. Sebagai penutup tubuhnya hanyalah rambutnya yang digerai. Ratu kalinyamat bersumpah, tidak mau memakai kain selama hidup, kalau arya jipang belum mati, dan janji siapa yang bisa membunuh arya jipang, ratu kalinyamat akan mengabdi kepadanya dan semua miliknya akan diserahkan semua.

Alkisah sunan kudus sedang bermusyawarah dengan arya penangsang. Sunan kudus berkata “ kakangmu prawata dan kalinyamat sekarang sudah mati dan istrinya menangis-nangis. Akan tetapi lega hatiku, kalau kamu belum bertahta menjadi raja tanah jawa. Dan kalau masih ada adikmu sultan pajang, kukira kamu tidak bisa jadi raja sebab itu yang menyulitkan”.

Arya penangsang, setelah mendengar laporan kajineman (polisi rahasia), sangat susah hatinya. Ia lalu memberi tahu sunan kudus, kalau urusannya membunuh sultan pajang tidak berhasil “kalau kanjeng sunan berkenan, sebaiknya sulttan pajang saja yang sebaiknya diperintah kesini, dengan alasan akan diajak bermusyawarah tentang ilmu. Kalau sudah sampai disini mudahlah itu. “ sunan kudus menuruti permohonan arya penangsang. Ia lalu mengirim utusan untuk memanggil sultan pajang. Sultan pajang gugup menerima perintah sunan kudus karena artinya diperintah oleh guru. Dia kemudian bersiap-siap.

Pada suatu malam, sultan pajang duduk berbincang-bincang dengan ki pemanahan serta ki panjawi. Ki pemanahan berkata, “saya mendengar kabar, setelah wafatnya sunan prawata dan kakangnya, kangmbok ratu kalinyamat sangat prihatin, dan kemudian bertapa di gunung danaraja sambil telanjang. Sumpahnya, ia tidak mau berkain, kalau arya penangsang belum mati. Kalau adimas berkenan, mari kita menjenguknya kesana.” Sultan pajang sepakat dengan usulan ki pemanahan. Sultan pajang lalu pergi ke gunung danaraja pada waktu malam hari. Yang mengikuti adalah pemanahan, ki panjawi, dan ketiga raden ngabehi loring pasar. Setibanya gununga danaraja, mereka terhenti di regol.

Para puteri pejaga melaporkan kepada ratu kalinyamat, kalau sultan pajang ingin bertemu. Kata ratu kalinyamat, “segera panggilah kemari, akan tetapi beriytahu terlebih dahulu, kalau aku tidak bisa menemui langsung. Persilahkan duduk di luar gerbang saja.” Dayang yang diperintahkan tadi segera menyampaikan pesan itu kepada sultan pajang. Sultan pajang dan ketiga kawannya lalu masuk, duduk diluar gerbang. Ratu kalinyamat berkata “ adimas prabu, apa maksut kedatanganmu?” sultan pajang menjawab” mbakyu saya kesini karena saya mendengar berita, kalau mbakyu meninggalkan negeri, bertapa di gunung danaraja serta tidak berkain.

Apakah yang menjadi kesusahan hati mbakyu? Adapun kematia kakang kaliyamat, kan sudah takdir allah. Kalau boleh, hilangkanlah kesedihan mbakyu yang berlebihan itu.” Ratu kalinyamat berkata “ aku mengucapkan terimakasih, adimas atas nasehatmu kepadaku. Akan tetapi sumpahku sudah terlanjur. Bagaimana? Aku tidak memakai kain, kalau si arya jipang belum mati. Meskipun aku sampai mati, kujalani.

Malah kedatanganmu ke sini membuatku senang sekali. Karena aku perempuan, siapa yang akan kumintai tolong menghilangkan keprihatinanku, kalau adimas bisa membunuh si arya penangsang maka kalinyamat dan prawata, juga seluruh harta bendaku semua kuserahkan kepada adimas, serta aku numpang hidup kepadamu.” Sultan pajang berkata “mbakyu, saya takut melawan arya jipang sebab ia sangat sakti dan kuat.” Ratu kalinyamat berkata “adimas, siapa yang bisa mendengar tangis mbakyumu ini, kecuali kamu?apakah kedatanganmu kesini tak berguna.” Ki pemanahan berbisik-bisik kepada sultan pajang, “ kalau menurut saya, sebaiknya dipikir dahulu. Adimas prabu sebaiknya sanggupi dulu, nanti malam kita bicarakan lagi. Besok pagi adimas sultan kemari lagi.” Sultan pajang menurut, ia lalu berkata “ baiklah mbakyu, aku akan pikirkan semalam ini.” Ratu kalinyamat berkata “ iya, adimas besok kembalilah kesini. Benar lho, aku tungg-tunggu.” Sultan pajang lalu pamit kembali ke pasanggrahan. Ki pemanahan mengikuti sultan pajang mundur.

Akan tetapi, kemudian ia kembali menemui ratu kalinyamat, lalu ditanyai ,” adimas pemanhan, ada apa lagi, kok kesini lagi?” ki pemanahan berkata “ mbakyu saya ada gagasan untuk sampeyan, tentang cara meminta tolong pada kanjeng sultan pajang. Ketika tadi saya melihat dua dayang puteri sampeyan yang cantik-cantik itu, besok pagi suruhlah berdandan, kalau sultan pajang datang kesini, suruhlah mereka dekat digerbang ini. Karena, watak sultan pajang , kalu melihat perempuan cantik, ia akan timbul keberanian. Pasti lalu menyanggupi untuk membunuh arya jipang. Apalagi kalau puteri tadi sampeyan berikan. Hanya ini usul saya sehingga saya kembali kesini.” Ratu kalinyamat tersenyum dan berkata “ terima kasih adimas, atas gagasanmu serta akan kuturuti.” Ki pemanahan lalu pamit kembali ke pesanggrahan.

Esoknya sultan pajang bermusyawarah dengan ki panjawi dan pemanahan. Sultan pajang bermusyawarah dengan ki panjawi dan ki pemanahan. Sultan pajang berkata “ bagaimana menurutmu kakang, tentang permintaan tolong kakang saya itu? Ki pemanahan menjawab “ sebaiknya disanggupi sebab yang berkewajiban menolong hanya sampeyan. Sampeyan pasti tidak kekurangan akal. Abdi sampeyan para bupati ditanyai, siapa yang bisa membunuh arya jipang, sampeyan ganjar negeri dan raja brana. Mustahil, kalau tidak ada yang sanggup. “ mendengar gagasan pemanahan, sultan pajang sangat lega hatinya, lalu ia berkata “ kakang nanti malam kita kembali, kasihan kakangmbok, agar berhenti kesusahannya.”

Setelah malam mulai jatuh, mereka kembali menuju gunung danaraja. Setibanya disitu, sultan pajang kaget melihat dua puteri cantik, duduk dikiri kanan gerbang. Sultan sangat terpesona hatinya. Ia lalu menoleh dan bertanya kepada ki pemanahan “ kakang, dua orang itu istri siapa, kok cantik sekali. Saya belum pernah melihat. “ ki pemanahan berkata “ saya kira selirnya kakang kalinyamat dulu. Jangankan hanya puteri, meskipun yang lain pasti diberikan, kalu adimas prabu bisa memenuhi permintaannya.

Baca Juga: Pacaran di Air Terjun Montel Bisa Menyebabkan Putus. Mitos Atau Fakta?

Ratu kalinyamat kemudian bertanya kepada sultan pajang. “bagaimana, dimas, kedatanganmu kemari apakah sudah memikirkan apa permintaanku kemarin?” sultan pajang berkata “ mbakyu, sampeyan jangan khawatir. Enakkan saja hati sampeyan. Saya sanggup membunuh arya penangsang. Akan tetapi dua puteri ini saya minta, itu lho yang duduk dekat gerbang. “ ratu kalinyamat berkata “ adimas, jangankan dua orang puteri itu, negara kalinyamat dan prawata dan kekayaanku semua kuberikan. Asalkan kamu memenuhi permintaanku.”

Dua puteri tadi lalu diberikan, disuruh duduk dekat sultan. Keduanya lalu maju, duduk menduduk. Sebenarnya, dua puteri ini sudah bersuami. Yaitu kajineman di prawata. Setelah menerima dua puteri itu, lalu sultan pajang berkata, “mbakyu, jangan khawatir sampeyan. “baik, adimas siapa yang kupercaya lagi selain dirimu?”

Sultan pamit pulang ke pesanggrahan, membawa dua orang puteri. Adapun kajineman yang punya istri tadi waktu malam hari berniat membunuh sultan pajang, dengan membawa teman-teman dan mudah panas hati. Begini saja, arya penangsang itu kirimilah surat tantangan. Suruhlah ia datang sendiri, jangan membawa pasukan. Kalau sudah datang, lalu dikeroyok dengan saudara sampeyan semua. Mesti mati, kalau kamu seyuju dengan usul saya ini. Besok pagi, ayo menghadap sultan.” Ki pemanahan dan ki panjawi menurut usulan itu.

Esok paginya, empat orang itu lalu menghadap. Para bupati menteri lengkap. Sultan bertanya kepada bupati, “ siapa yang sanggup menghadapi dan membunuh arya penangsang?”

Kata para bupati, tidak ada yang sanggup. Ki pemanahan berkata “saya dan adimas penjawi sanggup membunuh arya jipang. Adimas prabu saksikanlah dari kejauhan saja. Yang menghadapi perang saya sendiri dan saudara saya. Apabila adimas prabu kelihatan oleh arya penangsang, mesti hanya adimas prabu yang dikejar, tidak melayani orang banyak.”

Mendengar ksanggupan itu, sultan pajang sangat gembira berkata, “syukur kakang, kakang sendiri yang sanggup membunuh arya jipang. negeri pati dan mataram untuk kakang. Renvanamu bagaimana?” ki pemanahan berkata “ besok pagi pasukan pajang semua bersiaplah. Akan tetapi, di pesanggrahan saja. Saya dan saudara saya sendiri yang maju perang. “ sultan menuruti kata ki pemanahan.

Pagi harinya, ki pemanahan dan ki panjawi, ketiga ki juru martani, keempat raden ngabehi loring pasar serta sekeluarganya semua, kira-kira dua ratus, berangkat ke sebelah barat sungai, sambil bersikap waspada. Ki pemanahan dan ki panjawi, dan ki juru lalu pergi tanpa pasukan, menuju tempat para pencari rumput, mencari tukang rumput. Ada seorang pekatik atau tukang rumput satu orang yang terpisah. Lalu ditanyai oleh ki pemanahan, “ kamu ini tukang rumputnya siapa?” ki pekatik menjawab “ saya bekerja untuk adipati jipang. Sayalah yang mencarikan rumput untuk kudanya yang bernama gagak rimang.

Setelah memastikan bahwa tukang rumput adalah abdi arya penangsang, ki penjawi lalu segera menangkapnya. Tukang rumput tak bisa berkutik. Ki pemanahan berbicara sambil tersenyum, “ kisanak, saya minta maklum kamu, telinga kok diminta. Lebih baik paduka ambil keranjang dan pisau sabit ini, pasti saya berikan.”

Kalau kamu tidak memberi, ya saya beli. Berapa harganya?” kata ki pemanahan,” meskipun paduka beli, tidak saya berikan. Saya tidak kepingin uang. Seumur saya belum pernah melihat orang menjual telinga.” Pilih mana, kusobek telingamu?” ancam ki pemanahan.

Pekatik tidak bisa mengelak. Ia lalu menyerahkan telinganya. Ia kemudian diberi uang lima belas real. Telinganya terpotong sebelah. Yang sebelah lagi digantungi surat tantangan, disuruh menyampaikan kepada tuannya. Ki pekatik kemudian lari pulang ke timur sungai. Setibanya di pesanggrahan, ia menyeruduk para penggawa arya penangsang yang sedang menghadap. Patih jipang yang bernama ki mataun, lantas ditanyai. Pekatik meronta ingin segera masuk mengahadap gusti arya penangsang.

Waktu itu, arya penangsang sedang makan. Ia kaget mendengar ramai-ramai di luar. Ia menyuruh orang untuk memanggil ki mataun. Arya penangsang berkata “ mataun, ada apa ramai-ramai di luar itu?”

“bendara, silahkan paduka menyelesaikan makan dahulu. Nanti saja saya berkata sebab berita tidak baik,” jawab ki matau. Ki mataun berkata demikian sebab tahu watak gustinya, kalau sangat berangasan dan nekat. Kalau sudah tahu berita tadi, pasti ia kemudian berangkat, meninggalkan pengiring. Arya jipang berkata, “ mataun, segera katakan kepadaku, jangan takut-takut.”

Ki mataun belum mau berkata, diam saja. Tiba-tiba pekatik tadi lepas dari pegangan para prajurit, lalu menyelonong masuk, mengahadap di depan sang adipati. Arya jipang bertanya, “ kamu kenapa, kok berlumuran darah?” ki mataun berkata sambil menyembah, “inilah yang menyebabkan keributan diluar tadi, tukang rumput paduka, dipotong telinganya, sebelah dan dikalungi surat.”

Surat lalu diambil, diterima tangan kiri. Tangan kanan masih memegang nasi. Surat dibaca. Bunyinya.” Pahamilah suratku. Dari sultan pajang kepada arya penangsang. Kalau kamu nyata-nyata jantan dan pemberani, ayo perang satu lawan satu, jangan membawa prajurit. Seberangilah sungai. Aku di sebelah barat sungai sekarang. Aku tunngu kamu di situ.

Sesudah membaca surat itu, arya penangsang sangat marah. Darahnya mendidih. Nasi sebakul dipukul sambil mengepal nasi. Meja panjang terbelah jadi dua. Arya penangsang segera berdiri, memakai busana perang, serta menyuruh agar kudanya yang bernama gagak rimang diambil. Ia kemudian naik kuda sambil membawa tombak bernama dandang musuh. Ki mataun berkata “ bendara, tunggulah prajurit sebentar. Kalau buru-buru paduka bisa celaka.”

Arya penangsang tidak mendengarkan ki mataun, malah semakin marah saja. Seperti disikapi, kemudian ada saudara muda arya penangsang, bernama arya mataram. Ia segera mendekati dan berkata,” sudah diam, jangan cerewet. Aku tidak takut. Sudah semestinya orang perang itu dikerubut banyak orang.” Adiknya berkata banyak-banyak. Arya penangsang menghardik keras, “ pergi sana! Aku tidak mengajak kamu sebab kamu saudaraku lain ibu, mesti tidak pemberani seperti aku.” Arya penangsang melecut kudanya, lari sendirian. Arya mataram kembali dengan sakit hati. Ki mataun mengejar, tapi tidak terkejar sebab sudah tua dan punya sakit jantung. Perjalanan arya jipang sudah sambai sebelah timur bengawan sore.

Mitos orang zaman malam, kalu orang berhadap-hadapan hendak berperang, siapa yang menyebrang sungai pasti kalah perangnya. Adapun ki pemanahan, dan ki panjawi, ketiga ki juru, dan keempat raden ngabehi loring pasar serta prajuritnya semua sudah menunggu di sebelah barat dekat sungai. Mereka melihat arya penangsang datang sendirian. Orang sesela suka hatinya. Arya penangsang berteriak,” hai, orang pajang yang membuat layang tantangan kepadaku? Cepat menyebranglah ketimur. Kroyoklah aku! Itu kesukaanku, perang dikroyok orang banyak,” orang sesela menjawab, “ gusti kami sultan pajang yang membuat surat kepadamu. Klau kamu memang pemberani, cepat menyebranglah ke barat! Aku tandingi satu lawan satu.”

Arya penangsang mendengar sesumbar demikian, telinganya seperti disobek-sobek, darahnya mendidih. Kudanya segera digebrag serta dicermati, disebrangkan sungai. Kuda lalu menyebrangi sungai. Punggungnya tidak basah. Kuda arya penangsang sudah hampir sampai tepi sungai barat. Lalu dihujani senjata oleh sesela. Ada tombak, ada panah, akan tetapi tidak ada yang kena.

Kuda arya penangsang kemudian di cemeti, melompat dari air. Sampai di tengah barisan orang sesela. Banyak orang yang roboh, diterjang oleh kuda arya penangsang. Kuda lalu menerjang dan menggigit. Orang sesela banyaka yang terluka dan mati. Arya penangsang marah ambil berkata.” Si karebet ada dimana, kalau berani lawan aku! Mana batang hidungnya tidak kelihatan?” arya penangsang marah-marah, berkitar-kitar sultan pajang.

Arya penangsang kemudian dikeroyok orang banyak, dilempari tombak dari kiri, kanan, depan belakang. Arya penangsang teruka lambung kanannya. Ususnya keluar, lau disampirkan dihulu keris, serta semakin marah. Prajurit sesela semakin banyak yang terluka dan mati. Raden ngabehi loring pasar segera maju menerjang arya penangsang dengan naik kuda yang masih muda, sambil memegang tombak kyai plered.

Di kanannya ki pemanahan, sebelah kiri ki panjawi, ki juru segera melepaskan kuda betina. Kuda itu lalu berlari-lari, menjingkat-jingkat meloncat-loncat, dan menabrak-nabarak. Kuda yang dinaiki raden ngabehi malah lari menjauh. Raden ngabehi hampir saja jatuh, lalu ditarik tali kekangkuda itu. Setelah kudanya berhenti, raden ngabehi segera turun sambil menuntun kuda. Raden ngabehi berkata,” besok seketurunanku, saya di mataram saja, yang masih hutan belantara.” Sultan berkata lagi, “ kalau kakang sudah terim, kakang panjawi segera berangkatlah ke pati sekarang juga. Negara pati tatalah baik-baik.

Adapun negara mataram besok, kalau saya sudah kembali ke pajang, akan saya berikan kepada kakang pemanahan, kakang jangan pulang bersama saya. Tolong kakang ke danaraja dulu, memberi tahu kakangmbok kalau arya penangsang sudah mati. Adapun pesanku, kakangmbok saya mohon sudahi tapanya. Segeralah memakai kain. Jangan lama-lama disana, segeralah kakang kembali.”

Ratu Kalinyamat kembali menjadi bupati Jepara. Setelah kematian Arya Penangsang tahun 1549, wilayah Demak, Jepara, dan Jipang menjadi bawahan Pajang yang dipimpin raja Hadiwijaya. Meskipun demikian, Hadiwijaya tetap memperlakukan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh senior yang dihormati.

Sumber: dinahayya.blogspot.co.id

Baca Juga: Kudus Kota Santri Tapi Tempat Pijat Plus Plus Banyak Sekali

No comments